Selasa, 28 April 2009

pasar modal konvensional vs syariah

Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional

dengan pasar modal syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah.[1]

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai transaksi saham syariah di Indonesia, maka terlebih dahulu harus kita pahami mengenai pasar modal konvensional.

Secara umum konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.[2]

MEKANISME PERDAGANGAN SAHAM PADA BURSA

Sebelum dapat melakukan transaksi, terlebih dahulu investor harus menjadi nasabah di perusahaan Efek atau kantor broker. Di BEJ terdapat sekitar 345 perusahaan Efek yang menjadi anggota BEJ. Pertama kali investor melakukan pembukaan rekening dengan mengisi dokumen pembukaan rekening. Di dalam dokumen pembukaan rekening tersebut memuat identitas nasabah lengkap (termasuk tujuan investasi dan keadaan keuangan) serta keterangan tentang investasi yang akan dilakukan.

Nasabah atau investor dapat melakukan order jual atau beli setelah investor disetujui untuk menjadi nasabah di perusahaan Efek yang bersangkutan. Umumnya setiap perusahaan Efek mewajibkan kepada nasabahnya untuk mendepositkan sejumlah uang tertentu sebagai jaminan bahwa nasabah tersebut layak melakukan jual beli saham. Jumlah deposit yang diwajibkan bervariasi; misalnya ada yang mewajibkan sebesar Rp 25 juta, sementara yang lain mewajibkan sebesar Rp 15 juta dan seterusnya.

Pada dasarnya tidak ada batasan minimal dan jumlah dana untuk membeli saham. Dalam perdagangan saham, jumlah saham yang dijual-belikan dilakukan dalam satuan perdagangan yang disebut dengan lot. Di Bursa Efek Jakarta, satu lot berarti 500 saham[3] dan itulah batas minimal pembelian saham. Lalu dana yang dibutuhkan menjadi bervariasi karena beragamnya harga saham yang tercatat di Bursa. Misalnya harga saham XYZ Rp 1.000, maka dana minimal yang dibutuhkan untuk membeli satu lot saham tersebut menjadi ( 500 dikali Rp 1.000) sejumlah Rp 500.000. Sebagai ilustrasi lain, jika saham ABC harga per sahamnya Rp 2.500 maka dana minimal untuk membeli saham tersebut berarti ( 500 dikali Rp 2.500) sebesar Rp 1.250.000.

Di BEJ, transaksi dilakukan pada hari-hari tertentu yang disebut Hari Bursa, yaitu:

Hari Bursa

Sesi Perdagangan

Waktu

Senin s/d Kamis

Sesi I

Sesi II

Jam 09.30 -12.00 WIB

Jam 13.30 - 16.00 WIB

Jumat

Sesi I

Sesi II

Jam 09.30 - 11.30 WIB

Jam 14.00 - 16.00 WIB

Sumber : Jakarta Stock Exchange

Dilihat dari prosesnya, maka urutan perdagangan saham atau Efek lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Menjadi Nasabah di Perusahaan Efek.

Pada bagian ini, seseorang yang akan menjadi investor terlebih dahulu menjadi nasabah atau membuka rekening di salah satu broker atau Perusahaan Efek. Setelah resmi terdaftar menjadi nasabah, maka investor dapat melakukan kegiatan transaksi.

  1. Order dari nasabah.

Kegiatan jual beli saham diawali dengan instruksi yang disampaikan investor kepada broker. Pada tahap ini, perintah atau order dapat dilakukan secara langsung dimana investor datang ke kantor broker atau order disampaikan melalui sarana komunikasi seperti telpon atau sarana komunikasi lainnya.

  1. Diteruskan ke Floor Trader.

Setiap order yang masuk ke broker selanjutnya akan diteruskan ke petugas broker tersebut yang berada di lantai bursa atau yang sering disebut floor trader.

  1. Masukkan order ke JATS

Floor trader akan memasukkan (entry) semua order yang diterimanya kedalam sistem komputer JATS (Jakarta Automatic Trading Sistem). Di lantai bursa, terdapat ratusan terminal JATS yang menjadi sarana entry order-order dari nasabah. Seluruh order yang masuk ke sistem JATS dapat dipantau baik oleh floor trader, petugas di kantor broker dan investor. Dalam tahap ini, terdapat komunikasi antara pihak broker dengan investor agar dapat terpenuhi tujuan order yang disampaikan investor baik untuk beli maupun jual. Termasuk pada tahap ini, berdasarkan perintah investor, floor trader melakukan beberapa perubahan order, seperti perubahan harga penawaran, dan beberapa perubahan lainnya.

Sebagai catatan, dalam transaksi di pasar modal BEJ (Bursa Efek Jakarta) transaksi dilakukan secara limit order. Artinya investor pesan harga secara online.

  1. Transaksi Terjadi (matched).

Pada tahap ini order yang dimasukkan ke sistem JATS bertemu dengan harga yang sesuai dan tercatat di sistem JATS sebagai transaksi yang telah terjadi (done), dalam arti sebuah order beli atau jual telah bertemu dengan harga yang cocok. Pada tahap ini pihak floor trader atau petugas di kantor broker akan memberikan informasi kepada investor bahwa order yang disampaikan telah terpenuhi.

  1. Penyelesaian Transaksi (settlement)

Tahap akhir dari sebuah siklus transaksi adalah penyelesaian transaksi atau sering disebut settlement. Investor tidak otomatis mendapatkan hak-haknya karena pada tahap ini dibutuhkan beberapa proses seperti kliring, pemindahbukuan, dan lain-lain hingga akhirnya hak-hak investor terpenuhi, seperti investor yang menjual saham akan mendapatkan uang, sementara investor yang melakukan pembelian saham akan mendapatkan saham. Di BEJ, proses penyelesaian transaksi berlangsung selama 3 hari bursa. Artinya jika melakukan transaksi hari ini (T), maka hak-hak kita akan dipenuhi selama 3 hari bursa berikutnya, atau dikenal dengan istilah T + 3 hingga T + 7.

MACAM-MACAM TRANSAKSI BURSA EFEK

Dari Sisi Objek

Dari sisi objeknya transaksi bursa efek ini terbagi menjadi dua:[4]

1. Transaksi yang menggunakan barang-barang komoditi (Bursa komoditi).

2. Transaksi yang menggunakan kertas-kertas berharga (Bursa efek).

Dalam bursa komoditi yang umumnya berasal dari hasil alam, barang-barang tersebut tidak hadir. Barter itu dilakukan dengan menggunakan barang contoh atau berdasarkan nama dari satu jenis komoditi yang disepakati dengan
penyerahan tertunda.

Bursa efek sendiri objeknya adalah saham dan giro. Kebanyakan transaksi
bursa itu menggunakan kertas-kertas saham tersebut.

Giro yang dimaksud di sini adalah cek yang berisi perjanjian dari pihak yang mengeluarkannya, yakni pihak bank atau perusa-haan untuk orang yang
membawanya agar ditukar dengan sejumlah uang yang ditentukan pada tanggal
yang ditentukan pula dengan jaminan bunga tetap, namun tidak ada hubungannya
sama sekali dengan pergulatan harga pasar.

Sementara saham adalah jumlah satuan dari modal koperatif yang sama
jumlahnya bisa diputar dengan berbagai cara berda-gang, dan harganya bisa
berubah-rubah sewaktu-waktu tergan-tung keuntungan dan kerugian atau kinerja
perusahaan tersebut.

HUKUM-HUKUM SYARI'AT TENTANG TRANSAKSI BURSA SAHAM

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi bursa itu di antaranya ada yang bersifat instant, pasti dan permanen, dan ada juga yang berjangka dengan
syarat uang di muka. Di lihat dari objeknya terkadang berupa jual beli
barang komoditi biasa, dan terkadang berupa jual beli kertas saham dan giro.

Karena transaksinya bermacam-macam dengan dasar seperti ini, sehingga tidak mungkin ditetapkan hukum syariatnya dalam skala umum, harus dirinci terlebih dahulu baru masing-masing jenis transaksi ditentukan hukumnya secara
terpisah.

Lembaga Pengkajian fiqih yang mengikut Rabithah al-alam al-Islami telah
merinci dan menetapkan hukum masing-masing transaksi itu pada pertemuan
ketujuh mereka yang diadakan pada tahun 1404 H di Makkah al-Mukarramah.
Sehubungan dengan persoalan ini, majelis telah memberikan keputusan sebagai
berikut:[5]

Pertama: Pasar bursa saham itu target utamanya adalah menciptakan pasar
tetap dan simultan dimana mekanisme pasar yang terjadi serta para pedagang
dan pembeli dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal
yang baik dan berman-faat, dapat mencegah para pengusaha yang mengambil
kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli
tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa
yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka.

Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa saham tersebut
terselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut
syariat, seperti perjudian, memanfa-atkan ketidaktahuan orang, memakan uang
orang dengan cara haram. Oleh sebab itu tidak mungkin ditetapkan hukum umum
untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus di-jelaskan adalah
segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya satu persatu
secara terpisah.

Kedua: Bahwa transaksi instant terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila syaratkan harus ada serah terima
langsung pada saat transaksi menurut syariat, adalah transaksi yang
dibolehkan. Selama transaksi itu bukan terhadap barang haram menurut syariat
pula. Namun kalau barangnya tidak dalam kepemilikan penjual, harus dipe-nuhi
syarat-syarat jual beli as-Salm. Setelah itu baru pembeli boleh menjual
barang tersebut meskipun belum diterimanya.

Ketiga: Sesungguhnya transaksi instant terhadap saham-saham perusahaan danbadan usaha kalau saham-saham itu me-mang berada dalam kepemilikan penjual boleh-boleh saja menu-rut syariat, selama perusahaan atau badan usaha
tersebut dasar usahanya tidak haram, seperti bank riba, perusahaan minuman
keras dan sejenisnya. Bila demikian, transaksi jual beli saham tersebut
menjadi haram.

Keempat: Bahwa transaksi instant maupun berjangka terhadap kuitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.

Kelima: Bahwa transaksi berjangka dengan segala ben-tuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam
kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah
dibolehkan menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak
dimiliki, dengan dasar bahwa ia baru akan membelinya dan menyerah-kannya
kemudian hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariat
berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah a bahwa beliau bersabda,
"Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki." Demikian juga
diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Zaid bin
Tsabit , bahwa Nabi melarang menjual barang dimana barang itu dibeli,
sehingga para saudagar itu mengangkutnya ketempat-tempat mereka.

Keenam: Transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah jual beli as-Salm yang dibolehkan dalam syariat Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal:

a) Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi.
Namun ditangguhkan pembayarannya sampai pe-nutupan pasar bursa. Sementara dalam jual beli as-Salm harga barang harus dibayar terlebih dahulu dalam transaksi.

b) Dalam pasar bursa barang transaksi dijual beberapa kali penjualan saat
dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya tidak lain hanyalah tetapmemegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepadaparapembeli dan pedagang lain bukan secara sungguhan, secara spekulatif melihat untung ruginya. Persis seperti perjudian. Padahal dalam jualbeli as-Salm tidak boleh menjual barang sebelum diterima.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Lembaga Pengkajian Fiqih Islam
berpandangan bahwa para pemerintah di berbagai negeri Islam berkewajiban
untuk tidak membiarkan bursa-bursa tersebut melakukan aktivitas mereka
sesuka hati dengan membuat berbagai transaksi dan jual beli di Negara-negara
mereka, baiknya hukumnya mubah maupun haram. Mereka hendaknya juga tidak
memberi peluang orang-orang yang mempermainkan harga se-hingga menggiring
kepada bencana finansial dan merusak pere-konomian secara umum, dan pada
akhirnya menimbulkan mala-petaka kepada kebanyakan orang. Karena kebaikan
yang sesung-guhnya adalah dengan berpegang pada ajaran syariat Islam pada
segala sesuatu. Allah berfirman:

”Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian
itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa."
(Al-An'am: 153).


Allah adalah Juru Penolong yang memberikan taufik, yang memberi petunjuk menuju jalan yang lurus. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad.

PANDANGAN EKONOMI ISLAM TERHADAP JUAL BELI SAHAM (PASAR MODAL)

Pasar modal secara umum mempunyai dua komoditi utama, yaitu obligasi dan saham. Perbedaan pokok keduanya adalah pada keuntungan yang akan diperoleh, obligasi didasarkan pada bunga sedangkan saham didasarkan pada deviden. Apabila obligasi dan saham tersebut dijual pada pasar sekunder, maka tujuan utamanya adalah untuk memperoleh capital gain.

Untuk menilai transaksi-trasaksi tersebut penulis mempunyai pendapat yang didasarkan pada pandangan sebagai berikut:

Pertama. Syari’at Islam telah membedakan dengan jelas aqad mu’amalah dalam jual-beli dan aqad mu’amalah dalam investasi. Tindakan pemodal untuk menginvestasikan modalnya kepada perusahaan harus dilakukan sesuai dengan aqad investasi yang ketentuannya telah diatur pada prinsip-prinsir syirkah.

Jual-beli dalam mu’amalah Islam menurut An-Nabhani (1990) adalah ijin Syari’ (Allah) bagi manusia yang ingin memindahkan kepemilikannya berupa barang kepada orang lain dengan tujuan memperoleh keuntungan berupa laba penjualan. Oleh karena itu barang yang akan diperjualbelikan disyaratkan harus jelas, pasti, dapat dikuasai atau dimiliki, dapat diambil manfaatnya, dzatnya tidak haram, sehingga dapat dipindahkan kepemilikannya.

Sedangkan syirkah menurut An-Nabhani (1990) adalah aqad antara dua orang atau lebih untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.. Aqad tersebut dapat berupa penggabungan tenaga dengan tenaga, tenaga dengan modal atau campuran dari keduanya.

Berdasarkan fakta, fungsi utama adanya pasar modal adalah mempertemukan pihak pengusaha yang membutuhkan tambahan modal (untuk melakukan ekspansi perusahaannya) dan para investor yang ingin menanamkan modalnya. Keterlibatan investor dalam menanamkan modalnya ditunjukkan dengan kepemilikan saham dari perusahaan tersebut. Dari fakta tersebut dapat dipahami bahwa transaksi di pasar modal adalah transaksi investasi modal, bukan jual beli barang.

Apabila transaksi tersebut termasuk dalam kategori investasi, maka transaksi tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan transaksi syirkah dalam Islam. Suatu syirkah dikatakan sah apabila telah terjadi ijab dan qabul antar semua pihak yang terlibat dalam syirkah tersebut untuk melakukan kerjasama dalam melakukan sebuah usaha yang bersifat finansial. Apabila dalam syirkah tersebut ada unsur keikutsertaan modal, maka syirkah tersebut dikatakan sah apabila modal tersebut telah diserahkan ketika aqad dilaksanakan. Dengan demikian, jika keikutsertaan dalam syirkah itu hanya dalam bentuk pembelian saham, maka aqad ijab dan qabul sebagai syarat terwujudnya aqad syirkah yang sah tidak mungkin dapat diwujudkan.

Jika ada yang berpendapat bahwa kesediaan pihak pemodal dengan menandatangani transaksi dapat dianggap sebagai pernyataan ijab dari pihaknya, sementara penandatanganan itu sendiri dianggap sebagai qabul, maka hal itu dapat dilihat bahwa setiap pemodal yang ikut menandatangani biasanya hanya menerima saja syarat-syarat serta terikat dengan syarat-syarat tersebut dan itulah qabul, sedangkan penawarannya tidak pernah disampaikan dari satu orangpun. Artinya, ijabnya belum pernah disampaikan siapapun. Dengan demikian tidak ada pihak yang menawarkan, baik para pendiri maupun penandatangan yang pertama, sementara yang ada hanyalah pernyataan qabul dari pemodal. Demikian juga akte pendirian tidak dapat disebut sebagai penawaran untuk mengelola.

Jika pihak pemodal menghendaki tanda bukti keikutsertaan modal diwujudkan dalam bentuk sertfikat atau saham, maka hal itu diperbolehkan, akan tetapi tidak dapat dianggap sebagai pembelian sertifikat atau saham oleh pemodal.

Kedua. Apabila salah satu pemodal ingin memindahkan “tanda bukti keikutsertaannya” yang berupa sertifikat atau saham tersebut kepada orang lain, maka hal itu harus dengan persetujuan semua pihak yang terlibat dalam melakukan aqad syirkah sebelumnya.

Selain itu, jika pemindahan kepemilikan tersebut dilakukan dengan jalan “menjual” sertifikat atau saham tersebut, maka “harga jual” dari saham tersebut harus sesuai dengan angka yang tercantum dalam kertas saham tersebut. Hal itu dapat dipahami, karena pada hakekatnya manusia tidak pernah berkeinginan untuk membeli “kertas sertifikat tanda bukti”, karena benda tersebut hanyalah sebuah kertas biasa, yang tidak bernilai dan tidak ada harganya kecuali kecil sekali.

Sebenarnya yang ingin dibeli oleh manusia adalah barangnya, yang bisa ditaksir nilai dan harganya, jika yang akan dibeli adalah barang. Jika yang akan dibeli adalah tanda bukti keikutsertaan uang, maka tidak mungkin orang akan membeli uang dengan uang, kecuali nilainya sama. Jika nilainya berbeda, secara fakta sebenarnya hal itu termasuk kejanggalan (ibarat ingin membeli uang pecahan Rp. 50.000,- yang masih baru dihargai dengan uang pecahan Rp. 10.000,- sebanyak enam lembar, karena uang pecahannya sudah agak kumal), sedangkan secara syar’i, hal itu jelas diharamkan, karena perbedaan nilai tersebut termasuk kategori riba fadl. Dengan demikian, fakta saham tersebut dapat disamakan dengan fakta uang sehingga hukum jual-belinya sama dengan dengan jual-beli mata uang.

Ketiga, menurut Junaedi (1990), obyek trasaksi jual beli dikatakan sah tidak hanya dilihat dari dzatnya saja, melainkan juga harus dilihat dari sifatnya, yaitu tidak boleh haram, berdasarkan hadits:

“Dari Abu Hurairah ra berkata: ‘Telah mencegah Rasulullah SAW terhadap jual beli dengan lontaran batu kecil dan yang berunsur penipuan’ ”.

“Telah berkata Abu Hurairah: ‘Engkau telah menghalalkan jual-beli dokumen hutang padahal Rasulullah SAW telah melarang jual-beli makanan sehingga diterima penuh yang dihutangkan’, berkata lalu berkhutbah Marwan melarang orang-orang memperjualbelikannya”.

Oleh karena itu, kita tidak bisa mengatakan sahnya jual beli saham hanya dengan melihat dzat dari saham tersebut adalah tidak haram, tetapi harus dilihat secara lebih mendalam lagi berkaitan dengan sifat saham yang diperjualbelikan tersebut. Saham tidak dapat dilihat wujud fisiknya saja, melainkan harus dilihat dari sifatnya yaitu sebagai “tanda bukti keikutsertaan untuk menanamkan modal”. Dengan demikian hukum memperjualbelikannya mengikuti sifat barang tersebut, yaitu sebagaimana telah dijelaskan pada butir kedua.

SYARAT SAHAM SYARIAH

Setidaknya ada dua syarat untuk menyatakan bahwa suatu saham bisa kita kategorikan tidak melanggar ketentuan syariah. Kedua syarat itu yaitu: [6]

  1. Perusahaan tidak bertentangan dengan syariat Islam Yang dimaksud dengan perusahaan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam yaitu perusahaan dengan bidang usaha dan manajemen yang tidak bertentangan dengan syariat, serta memiliki produk yang halal. Perusahaan yang memproduksi minuman keras atau perusahaan keuangan konvensional tentu saja tidak memenuhi kategori ini.
  2. Semua saham yang diterbitkan memiliki hak yang sama Saham adalah bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan, maka peran setiap pemilik saham ditentukan dari jumlah lembar saham yang dimilikinya. Namun, pada kenyataannya ada perusahaan yang menerbitkan dua macam saham, yaitu saham biasa dan saham preferen yang tidak punya hak suara namun punya hak untuk mendapatkan deviden yang sudah pasti. Tentunya hal ini bertentangan dengan aturan syariat tentang bagi hasil. Maka saham yang sesuai syariat adalah saham yang setiap pemiliknya memiliki hak yang proporsional dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya.

JII DAN SYARAT EMITEN

Dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) telah meluncurkan indeks saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam, yaitu Jakarta Islamic Index (JII). Jakarta islamic Index terdiri atas 30 jenis saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan syariah Islam.

Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indeks diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah.

Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Invesment Management. Sedangkan untuk menetapkan saham-saham yang akan masuk dalam perhitungan JII dilakukan dengan urutan seleksi sebagai berikut:[7]

1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar.

2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.

3. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir.

4. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.

Pengkajian ulang akan dilakukan enam bulan sekali dengan penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.

Perhitungan JII dilakukan oleh Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan metode perhitungan indeks yang telah ditetapkan Bursa Efek Jakarta, yaitu dengan bobot kapitalisasi pasar (market cap weighted). Perhitungan indeks ini juga mencakup penyesuaian-penyesuaian (adjustment) akibat berubahnya data emiten yang disebabkan oleh aksi korporasi. JII menggunakan tanggal awal perhitungan 1 Januari 1995 dengan nilai awal sebesar 100.

KEANGGOTAAN JII

Sebagaimana pada pasar LQ 45, ketiga puluh jenis saham pada JII merupakan saham terseleksi yang mempunyai fundamental baik, dalam arti kinerja keuangan perusahaannya masuk dalam kategori baik. Dari 30 jenis saham yang tergabung pada JII sebanyak 29 saham (97%) merupakan jenis saham yang juga termasuk pada 45 jenis saham pada kelompok LQ 45. Jadi berarti termasuk jenis saham yang berkategori likuid atau sering ditransaksikan dalam perdagangan. Jenis saham yang terseleksi dari kelompok LQ 45, tetapi tidak terseleksi masuk kelompok JII, yaitu 10 jenis saham perbankan yang menggunakan sistem bunga, 1 jenis saham rokok yang tergolong produk makruh yang artinya jika tidak mengonsumsi akan mendapatkan pahala. Demikian pula 1 jenis saham perhotelan yang aktivitasnya dianggap dekat dengan kemudharatan.[8]

KEUNTUNGAN BERINVESTASI DI BURSA SAHAM

Berbagai sisi positif dari bursa tersebut tergambar pada hal-hal berikut:[9]
1. Bursa saham ini membuka pasar tetap yang mempermudah para pembeli dan
penjual untuk saling bertemu lalu melakukan transaksi instant

2. Mempermudah pendanaan pabrik-pabrik dan, perdagangan dan proyek
pemerintah melalui penjualan saham dan kertas-kertas giro komersial.
3. Bursa juga mempermudah penjualan saham dan giro pinjaman kepada orang
lain dan menggunakan nilainya. Karena para perusahaan yang mengeluarkan
saham-saham itu tidak mematok harga murni untuk para pemiliknya.

Yang dimaksud dengan transaksi instant adalah serah terima barang sungguhan, bukan sekedar transaksi semu, atau bukan sekedar jual beli tanpa ada barang, atau bisa diartikan ada serah terima riil.

Transaksi yang memberikan hak pilih ini memiliki perbedaan dari transaksi lain, bahwa orang yang mendapatkan hak pilih harus
membayar biaya kompensasi bila ia menggunakan hak pilih tersebut.
Mengaplikasikan sistem investasi dalam dunia bursa memberikan pengertian
lain bagi sistem investasi itu tidak sebagaimana yang dikenal dalam ruang
lingkup pembahasan fiqih Islam.

KENDALA DALAM PEMBENTUKAN PASAR MODAL SYARIAH DI INDONESIA[10]

Perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan kemajuan hal sama yang telah dicapai oleh sektor perbankan. Kenyataan lain adalah bahwa hingga saat ini, jumlah pemodal yang melakukan investasi di pasar modal khususnya yang berbasis syariah masih tergolong minim, walaupun kegiatan investasi syariah dimaksud telah lama diperkenalkan di Indonesia yaitu dengan diterbitkannya instrumen reksa dana syariah pada pertengahan tahun 1997. Disamping itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui organnya yaitu Dewan Syariah Nasional (DSN) juga telah mengeluarkan sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia.

Hal lain yang kurang menggembirakan juga tergambar bahwa, jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia misalnya, maka Indonesia terlihat sangat jauh tertinggal dalam mengembangkan kegiatan investasi syariah di pasar modal. Malaysia pertama kali mengembangkan kegiatan pasar modal syariahnya sejak awal tahun 1990 dan sejak saat itu terus mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Lambatnya perkembangan investasi syariah di pasar modal Indonesia tersebut dikarenakan masih adanya beberapa permasalahan mendasar yang menjadi kendala. Kendala-kendala sebagaimana yang telah teridentifikasi diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal yang berbasis syariah, juga adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi pada sektor keuangan lainnya.

Hasil studi investasi syariah di pasar modal Indonesia, telah berhasil mengidentifikasi sebanyak 12 hingga 14 permasalahan mendasar yang dianggap menjadi kendala dan atau hambatan dalam pengembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia. Adapun kendala dan atau hambatan dimaksud diantaranya adalah :

1. Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang pasar modal syariah ;

2. Ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah ;

3. Minat pemodal atas efek syariah ;

4. Kerangka peraturan tentang penerbitan efek syariah ;

5. Pola pengawasan (dari sisi syariah) oleh lembaga terkait ;

6. Pra-proses (persiapan) penerbitan Efek syariah ;

7. Kelembagaan atau Institusi yang mengatur dan mengawasi kegiatan

pasar modal syariah di Indonesia

Disamping hal di atas, pada sisi lain terlihat pula bahwa Emtien/Perusahaan Publik selaku responden terbesar dalam studi ini, secara khusus menyatakan bahwa kewajiban penggunaan dana yang dibatasi hanya untuk kegiatan yang sesuai dengan prinsip syariah juga merupakan hal yang menghambat/ menjadi kendala. Sementara responden lainnya yaitu Penjamin Emisi Efek (PEE) menyatakan bahwa tingkat kemampuan Penjamin Emisi Efek juga merupakan kendala dalam pengembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal. Sedangkan pada sisi permintaan (demand) yang diwakili oleh responden kelompok Manajer Investasi, secara khusus menyatakan bahwa ketersediaan efek

yang terbatas untuk dijadikan portofolio merupakan sebuah kendala dan atau hambatan.

Kenyataan di atas memperlihatkan bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan akan terjadi kesenjangan antara sisi permintaan dan penawaran efek syariah. Dalam hal ini Manajer Investasi menyatakan sangat kekurangan efek syariah untuk dijadikan portofolionya, dikarenakan emiten masih belum berminat menerbitkan efek syariah.

Selain hal-hal di atas, para emiten, penjamin emisi dan para manajer investasi juga menyarankan dan mengharapkan bahwa dalam rangka mendorong dan mengembangkan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia, perlu dilakukannya hal-hal sebagai berikut :

1. Penyusunan kerangka peraturan yang lebih jelas dalam rangka penerbitan efek syariah dan kegiatan investasi syariah di pasar modal ;

2. Membentuk pola kelembagaan (hubungan antara Bapepam, SROs, DSN, dan Profesi) yang efisien dalam fungsi dan peran untuk mengatur, membina, mengawasi, terhadap pelaku dalam menjalankan kegiatan investasi syariah di pasar modal ;

3. Meningkatkan secara intensif program sosialisasi tentang kegiatan investasi syariah di pasar modal yang mencakup antara lain : prinsip-prinsip dasar, produk, mekanisme transaksi, peraturan dan pola pengawasannya.

Dengan dilakukannya hal-hal tersebut di atas, maka diharapkan dapat memacu semua pihak, baik pemodal maupun pelaku aktif melakukan kegiatan investasi di pasar modal sehingga dapat menjadi alternatif solusi untuk mendorong sisi penawaran (supply) melakukan penerbitan efek syariah.

Referensi :

Ahmad Gozali. Harian Republika, Maret 2005

Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi. Halal Guide .INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Prof Dr Sugeng Wahyudi, Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Undip-33. Suara Merdeka Online

Senin, 29 Mei 2006. 2007 Hak Cipta oleh Republika Online

Tim Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia. Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal Tahun Anggaran 2004

www.kompas.com

www.suryaonline.com



[1] Tim Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia. Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal Tahun Anggaran 2004

[2] ibid

[3] 1 lot = 500 saham non perbankan; untuk saham perbankan 1 lot = 5000 saham

[4] Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi. Halal Guide .INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

[5] Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi. Halal Guide .INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

[6] Ahmad Gozali. Harian Republika, Maret 2005

[7] Senin, 29 Mei 2006. 2007 Hak Cipta oleh Republika Online

[8] Prof Dr Sugeng Wahyudi, Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Undip-33. Suara Merdeka Online

[9]Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi. Halal Guide .INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

[10] departemen keuangan republik indonesia - badan pengawas pasar modal proyek peningkatan efisiensi pasar modal tahun anggaran 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar