Selasa, 28 April 2009

pasar modal konvensional vs syariah

Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional

dengan pasar modal syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah.[1]

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai transaksi saham syariah di Indonesia, maka terlebih dahulu harus kita pahami mengenai pasar modal konvensional.

Secara umum konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.[2]

MEKANISME PERDAGANGAN SAHAM PADA BURSA

Sebelum dapat melakukan transaksi, terlebih dahulu investor harus menjadi nasabah di perusahaan Efek atau kantor broker. Di BEJ terdapat sekitar 345 perusahaan Efek yang menjadi anggota BEJ. Pertama kali investor melakukan pembukaan rekening dengan mengisi dokumen pembukaan rekening. Di dalam dokumen pembukaan rekening tersebut memuat identitas nasabah lengkap (termasuk tujuan investasi dan keadaan keuangan) serta keterangan tentang investasi yang akan dilakukan.

Nasabah atau investor dapat melakukan order jual atau beli setelah investor disetujui untuk menjadi nasabah di perusahaan Efek yang bersangkutan. Umumnya setiap perusahaan Efek mewajibkan kepada nasabahnya untuk mendepositkan sejumlah uang tertentu sebagai jaminan bahwa nasabah tersebut layak melakukan jual beli saham. Jumlah deposit yang diwajibkan bervariasi; misalnya ada yang mewajibkan sebesar Rp 25 juta, sementara yang lain mewajibkan sebesar Rp 15 juta dan seterusnya.

Pada dasarnya tidak ada batasan minimal dan jumlah dana untuk membeli saham. Dalam perdagangan saham, jumlah saham yang dijual-belikan dilakukan dalam satuan perdagangan yang disebut dengan lot. Di Bursa Efek Jakarta, satu lot berarti 500 saham[3] dan itulah batas minimal pembelian saham. Lalu dana yang dibutuhkan menjadi bervariasi karena beragamnya harga saham yang tercatat di Bursa. Misalnya harga saham XYZ Rp 1.000, maka dana minimal yang dibutuhkan untuk membeli satu lot saham tersebut menjadi ( 500 dikali Rp 1.000) sejumlah Rp 500.000. Sebagai ilustrasi lain, jika saham ABC harga per sahamnya Rp 2.500 maka dana minimal untuk membeli saham tersebut berarti ( 500 dikali Rp 2.500) sebesar Rp 1.250.000.

Di BEJ, transaksi dilakukan pada hari-hari tertentu yang disebut Hari Bursa, yaitu:

Hari Bursa

Sesi Perdagangan

Waktu

Senin s/d Kamis

Sesi I

Sesi II

Jam 09.30 -12.00 WIB

Jam 13.30 - 16.00 WIB

Jumat

Sesi I

Sesi II

Jam 09.30 - 11.30 WIB

Jam 14.00 - 16.00 WIB

Sumber : Jakarta Stock Exchange

Dilihat dari prosesnya, maka urutan perdagangan saham atau Efek lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Menjadi Nasabah di Perusahaan Efek.

Pada bagian ini, seseorang yang akan menjadi investor terlebih dahulu menjadi nasabah atau membuka rekening di salah satu broker atau Perusahaan Efek. Setelah resmi terdaftar menjadi nasabah, maka investor dapat melakukan kegiatan transaksi.

  1. Order dari nasabah.

Kegiatan jual beli saham diawali dengan instruksi yang disampaikan investor kepada broker. Pada tahap ini, perintah atau order dapat dilakukan secara langsung dimana investor datang ke kantor broker atau order disampaikan melalui sarana komunikasi seperti telpon atau sarana komunikasi lainnya.

  1. Diteruskan ke Floor Trader.

Setiap order yang masuk ke broker selanjutnya akan diteruskan ke petugas broker tersebut yang berada di lantai bursa atau yang sering disebut floor trader.

  1. Masukkan order ke JATS

Floor trader akan memasukkan (entry) semua order yang diterimanya kedalam sistem komputer JATS (Jakarta Automatic Trading Sistem). Di lantai bursa, terdapat ratusan terminal JATS yang menjadi sarana entry order-order dari nasabah. Seluruh order yang masuk ke sistem JATS dapat dipantau baik oleh floor trader, petugas di kantor broker dan investor. Dalam tahap ini, terdapat komunikasi antara pihak broker dengan investor agar dapat terpenuhi tujuan order yang disampaikan investor baik untuk beli maupun jual. Termasuk pada tahap ini, berdasarkan perintah investor, floor trader melakukan beberapa perubahan order, seperti perubahan harga penawaran, dan beberapa perubahan lainnya.

Sebagai catatan, dalam transaksi di pasar modal BEJ (Bursa Efek Jakarta) transaksi dilakukan secara limit order. Artinya investor pesan harga secara online.

  1. Transaksi Terjadi (matched).

Pada tahap ini order yang dimasukkan ke sistem JATS bertemu dengan harga yang sesuai dan tercatat di sistem JATS sebagai transaksi yang telah terjadi (done), dalam arti sebuah order beli atau jual telah bertemu dengan harga yang cocok. Pada tahap ini pihak floor trader atau petugas di kantor broker akan memberikan informasi kepada investor bahwa order yang disampaikan telah terpenuhi.

  1. Penyelesaian Transaksi (settlement)

Tahap akhir dari sebuah siklus transaksi adalah penyelesaian transaksi atau sering disebut settlement. Investor tidak otomatis mendapatkan hak-haknya karena pada tahap ini dibutuhkan beberapa proses seperti kliring, pemindahbukuan, dan lain-lain hingga akhirnya hak-hak investor terpenuhi, seperti investor yang menjual saham akan mendapatkan uang, sementara investor yang melakukan pembelian saham akan mendapatkan saham. Di BEJ, proses penyelesaian transaksi berlangsung selama 3 hari bursa. Artinya jika melakukan transaksi hari ini (T), maka hak-hak kita akan dipenuhi selama 3 hari bursa berikutnya, atau dikenal dengan istilah T + 3 hingga T + 7.

MACAM-MACAM TRANSAKSI BURSA EFEK

Dari Sisi Objek

Dari sisi objeknya transaksi bursa efek ini terbagi menjadi dua:[4]

1. Transaksi yang menggunakan barang-barang komoditi (Bursa komoditi).

2. Transaksi yang menggunakan kertas-kertas berharga (Bursa efek).

Dalam bursa komoditi yang umumnya berasal dari hasil alam, barang-barang tersebut tidak hadir. Barter itu dilakukan dengan menggunakan barang contoh atau berdasarkan nama dari satu jenis komoditi yang disepakati dengan
penyerahan tertunda.

Bursa efek sendiri objeknya adalah saham dan giro. Kebanyakan transaksi
bursa itu menggunakan kertas-kertas saham tersebut.

Giro yang dimaksud di sini adalah cek yang berisi perjanjian dari pihak yang mengeluarkannya, yakni pihak bank atau perusa-haan untuk orang yang
membawanya agar ditukar dengan sejumlah uang yang ditentukan pada tanggal
yang ditentukan pula dengan jaminan bunga tetap, namun tidak ada hubungannya
sama sekali dengan pergulatan harga pasar.

Sementara saham adalah jumlah satuan dari modal koperatif yang sama
jumlahnya bisa diputar dengan berbagai cara berda-gang, dan harganya bisa
berubah-rubah sewaktu-waktu tergan-tung keuntungan dan kerugian atau kinerja
perusahaan tersebut.

HUKUM-HUKUM SYARI'AT TENTANG TRANSAKSI BURSA SAHAM

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi bursa itu di antaranya ada yang bersifat instant, pasti dan permanen, dan ada juga yang berjangka dengan
syarat uang di muka. Di lihat dari objeknya terkadang berupa jual beli
barang komoditi biasa, dan terkadang berupa jual beli kertas saham dan giro.

Karena transaksinya bermacam-macam dengan dasar seperti ini, sehingga tidak mungkin ditetapkan hukum syariatnya dalam skala umum, harus dirinci terlebih dahulu baru masing-masing jenis transaksi ditentukan hukumnya secara
terpisah.

Lembaga Pengkajian fiqih yang mengikut Rabithah al-alam al-Islami telah
merinci dan menetapkan hukum masing-masing transaksi itu pada pertemuan
ketujuh mereka yang diadakan pada tahun 1404 H di Makkah al-Mukarramah.
Sehubungan dengan persoalan ini, majelis telah memberikan keputusan sebagai
berikut:[5]

Pertama: Pasar bursa saham itu target utamanya adalah menciptakan pasar
tetap dan simultan dimana mekanisme pasar yang terjadi serta para pedagang
dan pembeli dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal
yang baik dan berman-faat, dapat mencegah para pengusaha yang mengambil
kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli
tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa
yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka.

Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa saham tersebut
terselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut
syariat, seperti perjudian, memanfa-atkan ketidaktahuan orang, memakan uang
orang dengan cara haram. Oleh sebab itu tidak mungkin ditetapkan hukum umum
untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus di-jelaskan adalah
segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya satu persatu
secara terpisah.

Kedua: Bahwa transaksi instant terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila syaratkan harus ada serah terima
langsung pada saat transaksi menurut syariat, adalah transaksi yang
dibolehkan. Selama transaksi itu bukan terhadap barang haram menurut syariat
pula. Namun kalau barangnya tidak dalam kepemilikan penjual, harus dipe-nuhi
syarat-syarat jual beli as-Salm. Setelah itu baru pembeli boleh menjual
barang tersebut meskipun belum diterimanya.

Ketiga: Sesungguhnya transaksi instant terhadap saham-saham perusahaan danbadan usaha kalau saham-saham itu me-mang berada dalam kepemilikan penjual boleh-boleh saja menu-rut syariat, selama perusahaan atau badan usaha
tersebut dasar usahanya tidak haram, seperti bank riba, perusahaan minuman
keras dan sejenisnya. Bila demikian, transaksi jual beli saham tersebut
menjadi haram.

Keempat: Bahwa transaksi instant maupun berjangka terhadap kuitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.

Kelima: Bahwa transaksi berjangka dengan segala ben-tuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam
kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah
dibolehkan menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak
dimiliki, dengan dasar bahwa ia baru akan membelinya dan menyerah-kannya
kemudian hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariat
berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah a bahwa beliau bersabda,
"Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki." Demikian juga
diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Zaid bin
Tsabit , bahwa Nabi melarang menjual barang dimana barang itu dibeli,
sehingga para saudagar itu mengangkutnya ketempat-tempat mereka.

Keenam: Transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah jual beli as-Salm yang dibolehkan dalam syariat Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal:

a) Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi.
Namun ditangguhkan pembayarannya sampai pe-nutupan pasar bursa. Sementara dalam jual beli as-Salm harga barang harus dibayar terlebih dahulu dalam transaksi.

b) Dalam pasar bursa barang transaksi dijual beberapa kali penjualan saat
dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya tidak lain hanyalah tetapmemegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepadaparapembeli dan pedagang lain bukan secara sungguhan, secara spekulatif melihat untung ruginya. Persis seperti perjudian. Padahal dalam jualbeli as-Salm tidak boleh menjual barang sebelum diterima.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Lembaga Pengkajian Fiqih Islam
berpandangan bahwa para pemerintah di berbagai negeri Islam berkewajiban
untuk tidak membiarkan bursa-bursa tersebut melakukan aktivitas mereka
sesuka hati dengan membuat berbagai transaksi dan jual beli di Negara-negara
mereka, baiknya hukumnya mubah maupun haram. Mereka hendaknya juga tidak
memberi peluang orang-orang yang mempermainkan harga se-hingga menggiring
kepada bencana finansial dan merusak pere-konomian secara umum, dan pada
akhirnya menimbulkan mala-petaka kepada kebanyakan orang. Karena kebaikan
yang sesung-guhnya adalah dengan berpegang pada ajaran syariat Islam pada
segala sesuatu. Allah berfirman:

”Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian
itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa."
(Al-An'am: 153).


Allah adalah Juru Penolong yang memberikan taufik, yang memberi petunjuk menuju jalan yang lurus. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad.

PANDANGAN EKONOMI ISLAM TERHADAP JUAL BELI SAHAM (PASAR MODAL)

Pasar modal secara umum mempunyai dua komoditi utama, yaitu obligasi dan saham. Perbedaan pokok keduanya adalah pada keuntungan yang akan diperoleh, obligasi didasarkan pada bunga sedangkan saham didasarkan pada deviden. Apabila obligasi dan saham tersebut dijual pada pasar sekunder, maka tujuan utamanya adalah untuk memperoleh capital gain.

Untuk menilai transaksi-trasaksi tersebut penulis mempunyai pendapat yang didasarkan pada pandangan sebagai berikut:

Pertama. Syari’at Islam telah membedakan dengan jelas aqad mu’amalah dalam jual-beli dan aqad mu’amalah dalam investasi. Tindakan pemodal untuk menginvestasikan modalnya kepada perusahaan harus dilakukan sesuai dengan aqad investasi yang ketentuannya telah diatur pada prinsip-prinsir syirkah.

Jual-beli dalam mu’amalah Islam menurut An-Nabhani (1990) adalah ijin Syari’ (Allah) bagi manusia yang ingin memindahkan kepemilikannya berupa barang kepada orang lain dengan tujuan memperoleh keuntungan berupa laba penjualan. Oleh karena itu barang yang akan diperjualbelikan disyaratkan harus jelas, pasti, dapat dikuasai atau dimiliki, dapat diambil manfaatnya, dzatnya tidak haram, sehingga dapat dipindahkan kepemilikannya.

Sedangkan syirkah menurut An-Nabhani (1990) adalah aqad antara dua orang atau lebih untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.. Aqad tersebut dapat berupa penggabungan tenaga dengan tenaga, tenaga dengan modal atau campuran dari keduanya.

Berdasarkan fakta, fungsi utama adanya pasar modal adalah mempertemukan pihak pengusaha yang membutuhkan tambahan modal (untuk melakukan ekspansi perusahaannya) dan para investor yang ingin menanamkan modalnya. Keterlibatan investor dalam menanamkan modalnya ditunjukkan dengan kepemilikan saham dari perusahaan tersebut. Dari fakta tersebut dapat dipahami bahwa transaksi di pasar modal adalah transaksi investasi modal, bukan jual beli barang.

Apabila transaksi tersebut termasuk dalam kategori investasi, maka transaksi tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan transaksi syirkah dalam Islam. Suatu syirkah dikatakan sah apabila telah terjadi ijab dan qabul antar semua pihak yang terlibat dalam syirkah tersebut untuk melakukan kerjasama dalam melakukan sebuah usaha yang bersifat finansial. Apabila dalam syirkah tersebut ada unsur keikutsertaan modal, maka syirkah tersebut dikatakan sah apabila modal tersebut telah diserahkan ketika aqad dilaksanakan. Dengan demikian, jika keikutsertaan dalam syirkah itu hanya dalam bentuk pembelian saham, maka aqad ijab dan qabul sebagai syarat terwujudnya aqad syirkah yang sah tidak mungkin dapat diwujudkan.

Jika ada yang berpendapat bahwa kesediaan pihak pemodal dengan menandatangani transaksi dapat dianggap sebagai pernyataan ijab dari pihaknya, sementara penandatanganan itu sendiri dianggap sebagai qabul, maka hal itu dapat dilihat bahwa setiap pemodal yang ikut menandatangani biasanya hanya menerima saja syarat-syarat serta terikat dengan syarat-syarat tersebut dan itulah qabul, sedangkan penawarannya tidak pernah disampaikan dari satu orangpun. Artinya, ijabnya belum pernah disampaikan siapapun. Dengan demikian tidak ada pihak yang menawarkan, baik para pendiri maupun penandatangan yang pertama, sementara yang ada hanyalah pernyataan qabul dari pemodal. Demikian juga akte pendirian tidak dapat disebut sebagai penawaran untuk mengelola.

Jika pihak pemodal menghendaki tanda bukti keikutsertaan modal diwujudkan dalam bentuk sertfikat atau saham, maka hal itu diperbolehkan, akan tetapi tidak dapat dianggap sebagai pembelian sertifikat atau saham oleh pemodal.

Kedua. Apabila salah satu pemodal ingin memindahkan “tanda bukti keikutsertaannya” yang berupa sertifikat atau saham tersebut kepada orang lain, maka hal itu harus dengan persetujuan semua pihak yang terlibat dalam melakukan aqad syirkah sebelumnya.

Selain itu, jika pemindahan kepemilikan tersebut dilakukan dengan jalan “menjual” sertifikat atau saham tersebut, maka “harga jual” dari saham tersebut harus sesuai dengan angka yang tercantum dalam kertas saham tersebut. Hal itu dapat dipahami, karena pada hakekatnya manusia tidak pernah berkeinginan untuk membeli “kertas sertifikat tanda bukti”, karena benda tersebut hanyalah sebuah kertas biasa, yang tidak bernilai dan tidak ada harganya kecuali kecil sekali.

Sebenarnya yang ingin dibeli oleh manusia adalah barangnya, yang bisa ditaksir nilai dan harganya, jika yang akan dibeli adalah barang. Jika yang akan dibeli adalah tanda bukti keikutsertaan uang, maka tidak mungkin orang akan membeli uang dengan uang, kecuali nilainya sama. Jika nilainya berbeda, secara fakta sebenarnya hal itu termasuk kejanggalan (ibarat ingin membeli uang pecahan Rp. 50.000,- yang masih baru dihargai dengan uang pecahan Rp. 10.000,- sebanyak enam lembar, karena uang pecahannya sudah agak kumal), sedangkan secara syar’i, hal itu jelas diharamkan, karena perbedaan nilai tersebut termasuk kategori riba fadl. Dengan demikian, fakta saham tersebut dapat disamakan dengan fakta uang sehingga hukum jual-belinya sama dengan dengan jual-beli mata uang.

Ketiga, menurut Junaedi (1990), obyek trasaksi jual beli dikatakan sah tidak hanya dilihat dari dzatnya saja, melainkan juga harus dilihat dari sifatnya, yaitu tidak boleh haram, berdasarkan hadits:

“Dari Abu Hurairah ra berkata: ‘Telah mencegah Rasulullah SAW terhadap jual beli dengan lontaran batu kecil dan yang berunsur penipuan’ ”.

“Telah berkata Abu Hurairah: ‘Engkau telah menghalalkan jual-beli dokumen hutang padahal Rasulullah SAW telah melarang jual-beli makanan sehingga diterima penuh yang dihutangkan’, berkata lalu berkhutbah Marwan melarang orang-orang memperjualbelikannya”.

Oleh karena itu, kita tidak bisa mengatakan sahnya jual beli saham hanya dengan melihat dzat dari saham tersebut adalah tidak haram, tetapi harus dilihat secara lebih mendalam lagi berkaitan dengan sifat saham yang diperjualbelikan tersebut. Saham tidak dapat dilihat wujud fisiknya saja, melainkan harus dilihat dari sifatnya yaitu sebagai “tanda bukti keikutsertaan untuk menanamkan modal”. Dengan demikian hukum memperjualbelikannya mengikuti sifat barang tersebut, yaitu sebagaimana telah dijelaskan pada butir kedua.

SYARAT SAHAM SYARIAH

Setidaknya ada dua syarat untuk menyatakan bahwa suatu saham bisa kita kategorikan tidak melanggar ketentuan syariah. Kedua syarat itu yaitu: [6]

  1. Perusahaan tidak bertentangan dengan syariat Islam Yang dimaksud dengan perusahaan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam yaitu perusahaan dengan bidang usaha dan manajemen yang tidak bertentangan dengan syariat, serta memiliki produk yang halal. Perusahaan yang memproduksi minuman keras atau perusahaan keuangan konvensional tentu saja tidak memenuhi kategori ini.
  2. Semua saham yang diterbitkan memiliki hak yang sama Saham adalah bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan, maka peran setiap pemilik saham ditentukan dari jumlah lembar saham yang dimilikinya. Namun, pada kenyataannya ada perusahaan yang menerbitkan dua macam saham, yaitu saham biasa dan saham preferen yang tidak punya hak suara namun punya hak untuk mendapatkan deviden yang sudah pasti. Tentunya hal ini bertentangan dengan aturan syariat tentang bagi hasil. Maka saham yang sesuai syariat adalah saham yang setiap pemiliknya memiliki hak yang proporsional dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya.

JII DAN SYARAT EMITEN

Dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bersama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) telah meluncurkan indeks saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam, yaitu Jakarta Islamic Index (JII). Jakarta islamic Index terdiri atas 30 jenis saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan syariah Islam.

Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indeks diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah.

Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Invesment Management. Sedangkan untuk menetapkan saham-saham yang akan masuk dalam perhitungan JII dilakukan dengan urutan seleksi sebagai berikut:[7]

1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar.

2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.

3. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir.

4. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.

Pengkajian ulang akan dilakukan enam bulan sekali dengan penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.

Perhitungan JII dilakukan oleh Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan metode perhitungan indeks yang telah ditetapkan Bursa Efek Jakarta, yaitu dengan bobot kapitalisasi pasar (market cap weighted). Perhitungan indeks ini juga mencakup penyesuaian-penyesuaian (adjustment) akibat berubahnya data emiten yang disebabkan oleh aksi korporasi. JII menggunakan tanggal awal perhitungan 1 Januari 1995 dengan nilai awal sebesar 100.

KEANGGOTAAN JII

Sebagaimana pada pasar LQ 45, ketiga puluh jenis saham pada JII merupakan saham terseleksi yang mempunyai fundamental baik, dalam arti kinerja keuangan perusahaannya masuk dalam kategori baik. Dari 30 jenis saham yang tergabung pada JII sebanyak 29 saham (97%) merupakan jenis saham yang juga termasuk pada 45 jenis saham pada kelompok LQ 45. Jadi berarti termasuk jenis saham yang berkategori likuid atau sering ditransaksikan dalam perdagangan. Jenis saham yang terseleksi dari kelompok LQ 45, tetapi tidak terseleksi masuk kelompok JII, yaitu 10 jenis saham perbankan yang menggunakan sistem bunga, 1 jenis saham rokok yang tergolong produk makruh yang artinya jika tidak mengonsumsi akan mendapatkan pahala. Demikian pula 1 jenis saham perhotelan yang aktivitasnya dianggap dekat dengan kemudharatan.[8]

KEUNTUNGAN BERINVESTASI DI BURSA SAHAM

Berbagai sisi positif dari bursa tersebut tergambar pada hal-hal berikut:[9]
1. Bursa saham ini membuka pasar tetap yang mempermudah para pembeli dan
penjual untuk saling bertemu lalu melakukan transaksi instant

2. Mempermudah pendanaan pabrik-pabrik dan, perdagangan dan proyek
pemerintah melalui penjualan saham dan kertas-kertas giro komersial.
3. Bursa juga mempermudah penjualan saham dan giro pinjaman kepada orang
lain dan menggunakan nilainya. Karena para perusahaan yang mengeluarkan
saham-saham itu tidak mematok harga murni untuk para pemiliknya.

Yang dimaksud dengan transaksi instant adalah serah terima barang sungguhan, bukan sekedar transaksi semu, atau bukan sekedar jual beli tanpa ada barang, atau bisa diartikan ada serah terima riil.

Transaksi yang memberikan hak pilih ini memiliki perbedaan dari transaksi lain, bahwa orang yang mendapatkan hak pilih harus
membayar biaya kompensasi bila ia menggunakan hak pilih tersebut.
Mengaplikasikan sistem investasi dalam dunia bursa memberikan pengertian
lain bagi sistem investasi itu tidak sebagaimana yang dikenal dalam ruang
lingkup pembahasan fiqih Islam.

KENDALA DALAM PEMBENTUKAN PASAR MODAL SYARIAH DI INDONESIA[10]

Perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan kemajuan hal sama yang telah dicapai oleh sektor perbankan. Kenyataan lain adalah bahwa hingga saat ini, jumlah pemodal yang melakukan investasi di pasar modal khususnya yang berbasis syariah masih tergolong minim, walaupun kegiatan investasi syariah dimaksud telah lama diperkenalkan di Indonesia yaitu dengan diterbitkannya instrumen reksa dana syariah pada pertengahan tahun 1997. Disamping itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui organnya yaitu Dewan Syariah Nasional (DSN) juga telah mengeluarkan sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia.

Hal lain yang kurang menggembirakan juga tergambar bahwa, jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia misalnya, maka Indonesia terlihat sangat jauh tertinggal dalam mengembangkan kegiatan investasi syariah di pasar modal. Malaysia pertama kali mengembangkan kegiatan pasar modal syariahnya sejak awal tahun 1990 dan sejak saat itu terus mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Lambatnya perkembangan investasi syariah di pasar modal Indonesia tersebut dikarenakan masih adanya beberapa permasalahan mendasar yang menjadi kendala. Kendala-kendala sebagaimana yang telah teridentifikasi diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal yang berbasis syariah, juga adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi pada sektor keuangan lainnya.

Hasil studi investasi syariah di pasar modal Indonesia, telah berhasil mengidentifikasi sebanyak 12 hingga 14 permasalahan mendasar yang dianggap menjadi kendala dan atau hambatan dalam pengembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia. Adapun kendala dan atau hambatan dimaksud diantaranya adalah :

1. Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang pasar modal syariah ;

2. Ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah ;

3. Minat pemodal atas efek syariah ;

4. Kerangka peraturan tentang penerbitan efek syariah ;

5. Pola pengawasan (dari sisi syariah) oleh lembaga terkait ;

6. Pra-proses (persiapan) penerbitan Efek syariah ;

7. Kelembagaan atau Institusi yang mengatur dan mengawasi kegiatan

pasar modal syariah di Indonesia

Disamping hal di atas, pada sisi lain terlihat pula bahwa Emtien/Perusahaan Publik selaku responden terbesar dalam studi ini, secara khusus menyatakan bahwa kewajiban penggunaan dana yang dibatasi hanya untuk kegiatan yang sesuai dengan prinsip syariah juga merupakan hal yang menghambat/ menjadi kendala. Sementara responden lainnya yaitu Penjamin Emisi Efek (PEE) menyatakan bahwa tingkat kemampuan Penjamin Emisi Efek juga merupakan kendala dalam pengembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal. Sedangkan pada sisi permintaan (demand) yang diwakili oleh responden kelompok Manajer Investasi, secara khusus menyatakan bahwa ketersediaan efek

yang terbatas untuk dijadikan portofolio merupakan sebuah kendala dan atau hambatan.

Kenyataan di atas memperlihatkan bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan akan terjadi kesenjangan antara sisi permintaan dan penawaran efek syariah. Dalam hal ini Manajer Investasi menyatakan sangat kekurangan efek syariah untuk dijadikan portofolionya, dikarenakan emiten masih belum berminat menerbitkan efek syariah.

Selain hal-hal di atas, para emiten, penjamin emisi dan para manajer investasi juga menyarankan dan mengharapkan bahwa dalam rangka mendorong dan mengembangkan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia, perlu dilakukannya hal-hal sebagai berikut :

1. Penyusunan kerangka peraturan yang lebih jelas dalam rangka penerbitan efek syariah dan kegiatan investasi syariah di pasar modal ;

2. Membentuk pola kelembagaan (hubungan antara Bapepam, SROs, DSN, dan Profesi) yang efisien dalam fungsi dan peran untuk mengatur, membina, mengawasi, terhadap pelaku dalam menjalankan kegiatan investasi syariah di pasar modal ;

3. Meningkatkan secara intensif program sosialisasi tentang kegiatan investasi syariah di pasar modal yang mencakup antara lain : prinsip-prinsip dasar, produk, mekanisme transaksi, peraturan dan pola pengawasannya.

Dengan dilakukannya hal-hal tersebut di atas, maka diharapkan dapat memacu semua pihak, baik pemodal maupun pelaku aktif melakukan kegiatan investasi di pasar modal sehingga dapat menjadi alternatif solusi untuk mendorong sisi penawaran (supply) melakukan penerbitan efek syariah.

Referensi :

Ahmad Gozali. Harian Republika, Maret 2005

Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi. Halal Guide .INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Prof Dr Sugeng Wahyudi, Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Undip-33. Suara Merdeka Online

Senin, 29 Mei 2006. 2007 Hak Cipta oleh Republika Online

Tim Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia. Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal Tahun Anggaran 2004

www.kompas.com

www.suryaonline.com



[1] Tim Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia. Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal Tahun Anggaran 2004

[2] ibid

[3] 1 lot = 500 saham non perbankan; untuk saham perbankan 1 lot = 5000 saham

[4] Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi. Halal Guide .INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

[5] Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi. Halal Guide .INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

[6] Ahmad Gozali. Harian Republika, Maret 2005

[7] Senin, 29 Mei 2006. 2007 Hak Cipta oleh Republika Online

[8] Prof Dr Sugeng Wahyudi, Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Undip-33. Suara Merdeka Online

[9]Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi. Halal Guide .INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

[10] departemen keuangan republik indonesia - badan pengawas pasar modal proyek peningkatan efisiensi pasar modal tahun anggaran 2004

Sabtu, 18 April 2009

Urgensi Investasi Dalam Islam

Pada saat kesadaran masyarakat untuk melakukan investasi demi pemerataan dan kemakmuran mulai tumbuh, penduduk Indonesia yang mayoritas muslim dibenturkan dengan keadaan yang tidak bisa menjadi pilihan yaitu adanya sistem gambling atau spekulasi yang telah secara jelas hal tersebut tidak diperbolehkan dalam Islam. Berangkat dari fenomena diatas maka diperlukanlah adanya kajian dan pemahaman tentang investasi menurut kacamata syariah.

Dalam pandangan syariah Islam hukum asal ibadah adalah haram, kecuali terdapat nash yang menghalalkannya. Hukum asal muamalah adalah boleh, kecuali terdapat aturan Illahiah yang mengharamkannya. Investasi merupakan salah satu bentuk aplikasi dari hukum muamalah sehingga memiliki hukum boleh.

Sejalan dengan kewajiban bekerja dalam Islam yang telah tertulis dalam Al-Quran dan Hadits maka hukum investasi-pun menjadi halal dan syah, selama dalam teknisnya tidak terkandung hal-hal yang menyalahi prinsip dasar dari transaksi yang halal.

Penghalalan tersebut dapat kita lihat dari beberapa dalil yang ada di dalam al-Qur’an dan hadits Rasulullah diantaranya adalah:

  • Q.S at Taubah ayat:34 yang berisikan larangan penimbunan modal (emas dan perak).

  • Q.S al-Isra ayat 29 yang menyatakan bahwasanya Islam mendorong untuk menabung karena menabung adalah langkah awal dalam investasi.

  • H.R Nasa’i dan Turmudzi yang isinya adalah memerintahkan kepada para pemilik modal untuk menginvestasikan segala asset yang dimiliki pada pos-pos yang dibenarkan oleh syariat guna mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya.


INVESTASI DALAM PANDANGAN ISLAM

Investasi memiliki dua pengertian yaitu secara ekonomi dan moneter. Secara makna ekonomi investasi menurut P. Samuelson W. Nordhaus diartikan dengan “Economic activity that forgoes consumtion today with an eye to increasing output in future. Investasi bisa berupa tangible capital ataupun intangible capital. Tangible capital seperti alat-alat produksi sedangkan intangible capital yaitu pendidikan, riset, dan kesehatan.1

Adapun investasi secara moneter adalah meminjamkan uang atau asset dengan prinsip jaminan masa depan dengan tujuan beroleh income atau revenue.2

Investasi merupakan salah salah satu ajaran dari konsep Islam yang memenuhi proses tadrij (ilmu pengetahuan yang memiliki gradasi) dan trichotomy (tiga jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan instrumental­­_herrschfswissen_, pengetahuan intelektual_beldungswissen_, dan pengetahuan spiritual_erlosungswissen_)3. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual karena menggunakan norma syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu dan amal.4

Dalam Al-Quran surat Lukman : 34 Allah secara tegas menyatakan bahwa tiada seorang-pun yang dapat mengetahui apa yang akan diperbuat dan diusahakannya, serta peristiwa yang akan terjadi pada esok hari. Sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusia diperintahkan melakukan investasi (invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam)5 sebagai bekal dunia dan akhirat.

¨bÎ) ©!$# ¼çnyYÏã ãNù=Ïæ Ïptã$¡¡9$# Ú^Íit\ãƒur y]øtóø9$# ÞOn=÷ètƒur $tB Îû ÏQ%tnöF{$# ( $tBur Íôs? Ó§øÿtR #sŒ$¨B Ü=Å¡ò6s? #Yxî ( $tBur Íôs? 6§øÿtR Ädr'Î/ <Úör& ßNqßJs? 4 ¨bÎ) ©!$# íÎ=tæ 7ŽÎ6yz ÇÌÍÈ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.6 dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman : 34)

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw bersabda,”Ketahuilah, Siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”

Selain itu kegiatan investasi atau perputaran harta dalam Islam tidak boleh hanya dalam satu golongan saja. Hal ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam Q.S Al-Hasyr ayat 7 yang artinya:” ....Supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.”

Seperti yang kita ketahui bersama seringkali seorang investor (konvensional) melakukan spekulasi dalam melakukan transaksi guna mendapatkan return yang besar. Hal inilah yang didalam ajaran Islam salah satunya yang dilarang dalam hal muamalah (jual beli), karena di dalamnya mengandung unsur merugikan orang lain. Selain itu dalam praktiknya yang sering terjadi adalah sifat gambling (istilah gambling identik dengan maysir dalam Islam).

Rambu-rambu pokok yang seyogyanya diikuti oleh setiap investor muslim :7

  1. Terbebas dari unsur riba,

  2. Terhindar dari unsur gharar (penipuan),

  3. Terhindar dari unsur maysir (judi),

  4. Terhindar dari unsur subhat (tercampur antara halal dan haram),

  5. Terhindar dari unsur haram.


INSTRUMEN INVESTASI DALAM PERSPEKTIF SYARIAH

1. RETURN DAN RESIKO (Risk) DALAM PANDANGAN ISLAM

RETURN DALAM PANDANGAN ISLAM

Konsep pendapatan atau return di dalam Islam adalah Islam menganjurkan kepada umatnya untuk mencari penghidupan sebanyak mungkin demi kesejahteraan hidupnya didunia sebagaimana tertuang di dalam al-Qur’an surah Al-Jumu’ah ayat 10:





Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”


Selain itu juga diterangkan di dalam al-Qur’an surah al-Qashash ayat 77 sebagaimana berikut:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”8


Selain itu mengenai return juga diterangkan dalam hadits Nabi yang berbunyi: “Carilah kebahagiaan (mencari harta sebanyak-banyaknya) di dunia seakan-akan engkau akan hidup selamanya. Dan beribadahlah kamu setiap saat seakan-akan engkau akan mati esok hari.”

Merujuk dari surat At-Taubah : 34-35 :

3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@‹Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5Ï9r& ÇÌÍÈ tPöqtƒ 4yJøtä $ygøŠn=tæ Îû Í‘$tR zO¨Zygy_ 2uqõ3çGsù $pkÍ5 öNßgèd$t6Å_ öNåkæ5qãZã_ur öNèdâqßgàßur ( #x»yd $tB öNè?÷t\Ÿ2 ö/ä3Å¡àÿRL{ (#qè%räsù $tB ÷LäêZä. šcrâÏYõ3s? ÇÌÎÈ


... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At-Taubah : 34-35)

Kata šcrãÉ\õ3tƒ yang berarti menyimpan, menurut Abu Dzar diartikan bahwa umat manusia hanya diperintahkan mencukupkan harta benda sebatas pada kebutuhan pokoknya semata. Abu Dzar berpendapat bahwa haram hukumnya memiliki harta benda melebihi kebutuhan manusia. Dan setiap kelebihan harus didistribusikan ke jalan-jalan Allah melalui mekanisme zakat, infaq dan shadaqah. 9

Dari perumpamaan tersebut, dapat pula dikatakan menurut paham Abu Dzar, bekerja dalam Islam diwajibkan, namun mengambil return atas investasi melebihi kebutuhan pokoknya diharamkan. Kelebihan harta atas kebutuhan pokok harus didistribusikan dalam instrumen-instrumen keuangan.

Namun bila ditinjau lebih jauh, tidak terdapat unsur kuantitas dalam ayat tersebut. Artinya, hukuman Allah diperuntukkan hanya bagi ö/ä3Å¡àÿRL{ öNè?÷t\Ÿ2$tB

(harta untuk dirinya sendiri) tanpa mempertimbangkan kemaslahatan umat. Dalam hal ini bisa dikatakan sebagai perilaku penimbunan (ikhtikar).

Secara kontekstual, hukuman Allah di atas tidak termasuk didalamnya bagi para penabung (iddtikar) untuk persiapan hari esok. Kehidupan di dunia bersifat fluktuatif, kebutuhan manusia-pun sifatnya labil. Bisa berarti kebutuhan tersier hari ini merupakan kebutuhan pokok di masa mendatang. Untuk itulah menabung sangat perlu guna berjaga-jaga (precantionary motive) di hari esok.

Menurut jumhur ulama dinyatakan bahwa tidak ada batasan maksimal kepemilikan harta sejauh menjaga kaidah-kaidah dalam berusaha dan menggunakan harta benda sesuai syariat. Manusia tidak bersalah dan tidak akan dihisab karena mengumpulkan harta benda yang tidak terkira dan tidak terhitung tersebut.10

Kaidah-kaidah syariat erat hubungannya dengan hak orang lain yang ada di dalam diri kita. Dalam melakukan investasi hendaklah kita juga memikirkan keuntungan untuk orang lain disamping keuntungan yang kita dapatkan. Konsep ini disebut dengan keadilan. Dalam mencari pendapatan atau penghidupan haruslah sesuai dengan kaidah syariah. Bagaimana seseorang memperoleh return, serta digunakan untuk kegiatan apa return tersebut menjadi polemik baru dalam berinvestasi.

RESIKO (Risk) DALAM PANDANGAN ISLAM

Dalam Islam Resiko disebut dengan istilah gharar yang berarti ketidakpastian. Sementara Ibn Qayyim menjelaskan bahwa gharar adalah kemungkinan ada dan tidak ada. Sebagaimana Ibn Taymiyah, dinyatakan juga bahwa jual belinya dilarang karena merupakan bentuk masyrir atau perjudian.

Kalau resiko ini secara sederhana disamakan dengan ketidakpastian (uncertainty), dan ketidakpastian ini dianggap gharar dan dilarang maka ini menjadi rumit.

Van Deer Heidjen cukup dianggap membantu dengan kategorisasi uncertainty yang diidentifikasikannya. Menurutnya, hasil masa depan yang memiliki ketidakpastian dapat digolongkan menjadi tiga: risk, structural uncertainty, dan unknowables. Yang pertama, risk, memiliki preseden historis dan dapat dilakukan estimasi probabilita untuk tiap hasil yang mungkin muncul. Structural uncertainty adalah kemungkinan terjadinya suatu hasil yang bersifat unik, tidak memiliki preseden dimasa lalu, tetapi tetap terjadi dalam logika kausalitas. Yang terakhir adalah, unknowables menunjuk kejadian yang secara ekstrem kemunculannya tidak terbayang sebelumnya. Dengan demikian kasus gharar akan banyak terjadi pada kasus terakhir, unknowables.

Al-Suwailem membedakan resiko menjadi dua tipe. Pertama, resiko pasif, seperti game of chance, yang hanya mengandalkan keberuntungan. Kedua, resiko responsif yang memungkinkan adanya distribusi probabilitas hasil keluaran dengan hubungan kausalitas yang logis. Kalau yang pertama disamakan dengan game of chance, yang disebut belakangan bisa disebut game of skill.

Kesediaan menanggung resiko merupakan hal yang tidak terhindarkan, tetapi resiko yang boleh dihadapi adalah resiko yang melibatkan pengetahuan, sebagai game of skill bukannya game of chance. Jika game of skill dibenarkan, konsekuensi logisnya adalah keharusan penguasaan manajemen risiko.

Masing-masing investasi memiliki tingkat resiko yang terbagi dalam low risk low return, moderat risk medium return dan high risk high return. Oleh karena itu Islam dalam menanggapi masalah resiko dalam berinvestasi menganjurkan umatnya untuk menggunakan prinsip kehati-hatian (prudent). Sikap wara’ (berhati-hati) adalah tidak menanamkan saham di dalamnya dan menjauhinya karena sebagaimana disebutkan oleh si penanya bahwa yang dominan, ia bertransaksi dengan riba. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda: دَعْ مَا يُرِيْبُكَ إِلىَ مَا لاَ يُرِيْبُك َ

Tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu kepada apa yang tidak membuatmu ragu.”

Demikian pula sabda beliau:

مَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اِسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ

Barang siapa yang menjauhi hal-hal yang syubhat (samar-samar), berarti dia telah membebaskan tanggungan dirinya untuk (kepentingan) agama dan kehormatannya.”

Akan tetapi, andai misalnya seseorang telah terlanjur menjalani dan menanamkan sahamnya, maka wajib baginya untuk mengeluarkan keuntungan ribawi sesuai dengan prosentasenya; jika kita perkirakan bahwa keuntungan dari riba tersebut sebesar 10%, maka orang tersebut harus mengeluarkan keuntungan yang 10% tersebut, jika kita perkirakan keuntungannya 20%, maka 20% nya yang dikeluarkan, demikian seterusnya.

Sedangkan bila seseorang tidak mengetahui berapa persentasenya, maka sebagai sikap hati-hati (preventif), orang tersebut harus mengeluarkan separoh dari keuntungan tersebut.

2. OPTIONS (OPSI) DALAM PANDANGAN ISLAM

Options adalah suatu perjanjian kontrrak antara penjual opsi (seller atau writer) dengan pembeli opsi (buyer) dimana penjual opsi menjamin adanya hak (bukan suatu kewajiban) dari pembeli opsi untuk membeli atau menjual saham (option stock) tertentu pada waktu (expiration date) dan harga yang telah ditetapkan (exercise price, contract price, striking price).

Mengenai options Islam memiliki tiga pandangan tentang hukum options yaitu: Sebagian jumhur ulama’ ada yang menolak options dan ada pula yang menerimanya. Pendapat tersebut didasarkan pada ketiga penggolongan dibawah ini:

  1. Menggolongkan options sebagai akad al-khiyarat

  2. Menggolongkan options sebagai akad al-‘urbun

  3. Menggolongkan options sebagai akad ba’i al manfaah

Ad.1

Khiyarat diartikan sebagai hak untuk membatalkan jual beli. Dalam Islam khiyar ada dua yaitu:

  1. Hak ini timbul karena sendirinya yaitu khiyar ‘aib (karena ada cacat pada barang). Khiyar ar-ru’yah ( karena barang tidak sesuai dengan keinginan pembeli).

  2. Hak ini timbul karena disepakati dalam kontrak. Yaitu: khiyar asy-syarat (ada syarat yang harus dipenuhi), khiyar at-ta’in (hak untuk mengidentifikasi).

Menurut penggolongan ini options termasuk kepada khiyar jenis kedua karena options terjadi karena adanya kesepakatan antara penjual opsi dengan pembeli options dalam suatu kontrak.

Ad.2

Pendapat kedua menggolongkan options sebagai akad a’urbun yaitu uang muka yang dibayar pembeli. Uang ini akan dieprhitungkan menjadi bagian dari harga bila jual beli itu jadi dilaksanakan. Namun bila si pembeli membatalkan maka uang tersebut akan menjadi pemilik penjual.

Dilihat dari tujuan akad analogi ‘urbun dengan options tampaknya tidak relevan. (Abu Sulaiman, al-Ikhiyarat, 32)

Ad.3

Pendapat ketiga mengglongkan options sebgai akad jual beli manfaat. Sebagaimana kita pahami jual beli haruslah ada barang sebagai bjek jual beli. Kemudian muncul permasalahan dalam hal ini tentang pengertian barang. Barang yang dimaksud disini adalah barang berwujud sebagaimana jumhur ulama. Dalam kerangka pendapat ini options ditolak karena tidak ada kejelasan barang yang diperjuabelikan.

Options diperbolehkan asalkan tidak menuntut adanya kompensasi atas sejumlah uang untuk hak yang diberikannya kepada penjual. (Abu Sulaiman ”al-ihktiyarat: Dirasah Tahkiliyah Muqaranah”Majalla al-Buhuts al Fiqiyyah al-Mu’asarah.XV hlm. 6-38; al-Jundi, Muamaat al-Busrah. Hlm 133).

Sebagian ulama yang memperbolehkan options merujuk kepada hadits yang meriwayatkan bahwa “Rosulullah SAW membeli seekor unta dari Jabir, dengan menyetujui syarat yang diminta oleh Jabir, yaitu diperbolehkan mengendarai unta tersebut sampai Madinah.”

3. MEKANISME DAN EFISIENSI PASAR DALAM PANDANGAN SYARIAH

Adam Smith dalam teorinya yaitu the invisibe hand, menyatakan bahwa mekanisme pasar terutama dalam hal penentuan harga ditentukan oleh tangan-tangan ghaib, biarlah pasar yang menentukan harga sendiri, kalaupun terjadi distorsi pasar terhadap jumlah demand dan supply maka pasar dengan sendirinya akan merespon perubahan tersebut menuju equilibrium price.

Kemudian menurut Imam Abu Yusuf, mekanisme pasar yang sesuai dengan prinsip Islam adalah tidak adanya campur tangan dalam proses penentuan harga oleh negara atau individual, apalagi jika penenetuan harga ditempuh dengan cara merusak perdagangan yang fair dengan kata lain penentu harga adalah Tuhan.

Dalam implementasinya, teori Imam Abu Yusuf_penawaran dan permintaan_ lebih dikenal dengan prinsip atas dasar suka sama suka sebagaimana tercantum di dalam surat an-Nisa: 29.

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3suqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VÏmu ÇËÒÈ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.11 Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An- Nisa : 29)


Makna suka sama suka sendiri adalah saling menguntungkan tanpa ada salah satu pihak yang termarginalkan serta saling memberi ganti rugi yang sepadan (tidak bathil) .

Meski secara tekstual kedua pendapat tersebut terlihat bertolak belakang, namun secara kontekstual sama. Mekanisme pasar ditentukan oleh Tuhan melalui konsep Islam telah direfleksikan dalam bentuk penawaran dan permintaan dalam konsep konvensional. Kesamaan tujuan tersebut disebabkan karena teori yang diangkat oleh Adam Smith yang telah menjadi acuan berpikir dan bertindak manusia dalam hal perdagangan dan investasi hingga dewasa ini merupakan adopsi dari teori Imam Abu Yusuf.

Berbicara mengenai mekanisme pasar kita juga tidak terlepas dari informasi. Informasi dalam pasar digunakan untuk mengidentifikasi keefisienan sebuah pasar. Keakuratan dan kelancaran informasi semakin menentukan tingkat keefisienan pasar.

Prinsip investasi yang selama ini dilaksanakan oleh para investor adalah dengan menggunakan insider trading, walaupun telah jelas secara legal formal UU Pasar Modal melarang penggunaan insider trading dalam investasi terutama dalam pasar modal.. Namun pembuktian pelaksanaan insider trading sangat sulit dilacak.

Insider trading merupakan memakai informasi orang dalam perusahaan untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang (perdagangan saham yang dilakukan orang dalam perusahaan.12

Mengenai informasi yang ada di pasar, Islam melarang adanya insider trading karena terdapat salah satu pihak yang tidak mengetahui informasi pasar secara lengkap sehingga akan merugikan salah satu pihak yang ada jika terjadi sebuah transaksi. Sebagaimana dilarangnya Talakki ruban dalam jual beli.

Dalam berinvestasi Al-quran mengajak kita berbicara dengan nilai bukan nominal (angka). Khadijah berkata ”Tidak seorang pun yang menjual barang saya yang memperoleh keuntungan yang sangat besar seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, karena Rasulullah mencari nilai, dan orang mencari nominal”. Mencari nominal belum tentu dapat nilai. Oleh karena itu jangan melihat dari sudut nominal tapi lihat dari sudut nilai.

  1. SYARAT INVESTASI YANG SESUAI SYARIAH

Seseorang dilarang berinvestasi (mengelola harta) bendanya karena dua sebab pokok13 :

  1. tidak ada keahlian atau kurang keahlian

Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3suqøBr& ÓÉL©9$# Ÿ@yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VuŠÏ%

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” (QS An-Nisa’ :5)

Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya. Namun penjelasan lain (Abdullah Lam bin Ibrahim; 2005 : 161) mendefinisikan orang yang belum sempurna akalnya bukan dibatasi pada anak yatim, melainkan anak secara umum. Bahkan dikatakan seorang anak sebelum balig telah memiliki kemampuan dan kematangan akal, maka dia dikatakan kurang keahlian, kedudukannya dinisbatkan sebagaimana orang gila. Orang semacam ini belum boleh mengelola harta.

  1. Kebodohan

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAôyèø9$$Î/ 4

”Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur”. (QS al-Baqarah : 282)14

Al-Quran menetapkan perwalian terhadap orang yang lemah akalnya sebagaimana menetapkan terhadap orang yang lemah kondisinya. Kata dha’if (orang yang lemah kondisinya) berkonotasi kepada anak kecil, sedangkan kata safiif (orang yang lemah akalnya) berkonotasi kepada orang tua dewasa.15

Bila dibuat perumpamaan ekonomi, maka jika kita tidak mampu mengelola harta maka sebaiknya mempercayakannya kepada ahlinya yang jujur dan dapat dipercaya. Perkongsian ini bisa dilakukan dengan prinsip mudlarabah ataupun musyarakah.

5. RINTANGAN BERINVESTASI DI INDONESIA

Ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik-tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari tanah sampai kontrak.16

Masalah serius yang saat ini di hadapi Indonesia adalah peningkatan biaya melakukan bisnis yang timbul karena ekses pelaksanaan otonomi daerah yang terlihat dari aktivitas birokrasi tidak efisien. Keterbatasan anggaran dan lemahnya prioritas kebijakan menyebabkan timbulnya tekanan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah tanpa memperhitungkan daya dukung perekonomian lokal dan nasional. Pengenaan pungutan atas lalu lintas barang dan penumpang antar propinsi atau antar kabupaten hanya merupakan satu contoh.17

Peningkatan hambatan birokrasi perijinan dan beban retribusi baru yang diundangkan berbagai pemerintah daerah dengan alasan untuk meningkatkan penerimaan asli daerah (PAD) menimbulkan peningkatan biaya bisnis, yang berarti juga memperbesar risiko kerugian bagi investasi, dan merupakan lahan subur bagi praktek-praktek korupsi.18

Islam sendiri sebagai agama yang hanifiyah samhah, berdiri di atas prinsip-prinsip kemudahan dan bukan kesulitan serta kesempitan. Rasulullah SAW bersabda :

Gampangkanlah dan jangan kamu susahkan, berikan kabar gembira dan janganlah membuat orang lain lari dan menghindar”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas).

Hadits lain menyebutkan Rasulullah SAW bersabda, ”sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan, dan tidaklah kalian diutus untuk membuat kesulitan-kesulitan”. (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah).19

Terkait dengan berinvestasi, semestinya proses perizinan birokrasi di Indonesia berjalan cepat, dan tidak rumit berbelit. Sehingga investor tidak enggan menanamkan dananya di bumi zamrud khatulistiwa ini. Para penanam modal dana dalam negeri-pun tidak melarikan dana (capital flight) ke luar negeri. Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dibanding negera lain.

Kemudahan perizinan dan berinvestasi di Indonesia mendorong kemajuan dalam sektor riil dan finansial. Yang menjadi catatan adalah, kemudahan berinvestasi tersebut harus disertai ketahanan ekonomi yang kuat dalam negeri. Sehingga tidak lantas mengakibatkan lesunya produk domestik atas produk non domestik.

UU penanaman modal harus ditegakkan secara konsisten. Sehingga para investor maupun calon investor tidak merasa dirugikan atas pergantian pemerintahan yang bermisi peraturan investasi yang terus berubah-ubah. Inti pokok dari investasi Indonesia adalah kesadaran. Sadar akan bangsa yang kaya, sadar akan bangsa yang berbudi, beretika dan bermoral, sadar akan bangsa yang beragama serta bernurani.


KESIMPULAN

Investasi dalam Islam bisa dilihat dari tiga sudut; individu, masyarakat dan agama. Bagi individu investasi merupakan kebutuhan fitrawi / mendasar dimana setiap individu selalu berkeinginan untuk menikmati kekayaannya itu dalam waktu dan bidang seluas mungkin, baik untuk kepentingan pribadinya maupun keturunannya. Sehingga investasi merupakan sarana bagi individu dalam rangka memenuhi kebutuhan fitrah ini.

Sementara investasi bagi masyarakat merupakan kebutuhan sosial yang kompleks, sehingga mengharuskan adanya investasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Daalm pandangan agama, investasi merupakan kewajiban syariat yang konsekuensinya berupa pahala dan dosa.



Rambu-rambu investasi dalam Islam:

  1. Larangan investasi dengan jalan riba atau yang diharamkan syariat.

  2. Larangan investasi dengan melakukan ihtikar atau rekayasa pasar.

  3. Larangan investasi dengan cara tawathu’ (kolusi).

  4. Larangan investasi dengan produksi yang membahayakan dan merugikan kehidupan.

  5. Larangan investasi yang mengandung unsur judi dan spekulasi.

  6. Prinsip Transaksi Ekonomi Syariah jelas dan berkeadilan à sejahtera

  7. Diharamkan investasi pada segala hal yang bisa membahayakan / berakibat buruk bagi agama, jiwa, generasi, akal dan harta.



1 Misbahul Munir, & A. Jalaluddin. 2006. Ekonomi Qur’ani: Doktrin Reformasi Ekonomi dalam Al-Qur’an. Malang: UIN Press, Hlm. 181-182

2 ibid., Hlm 182

3 Pendapat Scheller yang dituangkan oleh Rich dalam bukunya the knowledge cycle

4 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, 2007, Kencana Prenada Media Grup, Jakara, Hlm. 17-18

5 ibid., Hlm. 7

6 Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, Namun demikian mereka diwajibkan berusaha.

7 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, op cit., Hlm. 24-29

8 Misbahul Munir & A. Djalaluddin. 2006. Ekonomi Qur’ani: Doktrin Reformasi dalam Al-Qur’an. Malang: UIN Press. Hlm. 24

9 Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo : Era Intermedia; 2005), Hlm. 31

10 ibid., Hlm. 33

11 Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

12 Kilasan dosen tamu Bpk Misbahul Munir kuliah Manajemen Keuangan II

13 Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo : Era Intermedia; 2005), Hlm. 160

14 dinukilkan dari buku Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo : Era Intermedia; 2005), Hlm. 167

15 Dr. Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Indonesia, (Diterjemahkan Oleh KH. Didin Hafidhuddin, Dkk), (Jakarta : Robbani Press, 1997), Hlm 281

16 www.kadin-indonesia.or.id

17 ibid.

18 ibid.

19 dikutip dalam buku Dr. Yusuf al-Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Edisi Pilihan, 2002, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, Hlm. 276